1) Latar Belakang Berdirinya APEC
Dinamika ekonomi politik Asia Pasifik pada akhir tahun 1993 tampak memasuki babak baru, terutama dalam bentuk pengorganisasian kerja sama perdagangan dan investasi regional. Dalam hal ini, negara-negara Asia Pasifik berbeda dengan negara-negara di Eropa Barat. Negara-negara di Eropa Barat memulainya dengan membentuk wadah kerja sama regional. Dengan organisasi itu, ekonomi di setiap negara saling berhubungan dan menghasilkan ekonomi Eropa yang lebih kuat daripada sebelum Perang Dunia II. Sebaliknya, negara-negara Asia Pasifik, terutama sejak tahun 1970-an, saling berhubungan secara intensif dan menimbulkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi walaupun tanpa kerangka kerja sama formal seperti yang ada di Eropa. Bahkan, berbagai transaksi ekonomi terjadi antarnegara yang kadang-kadang tidak memiliki hubungan diplomatik. Taiwan adalah contoh negara yang tidak diakui eksistensi politiknya, tetapi menjadi rekanan aktif sebagian besar negara Asia Pasifik dalam kegiatan ekonomi. Sekarang dinamika ekonomi itu dianggap memerlukan wadah organisasi yang lebih formal.
Dunia usaha lebih dahulu merasakan adanya kebutuhan akan organisasi itu, seperti tercermin dalam pembentukan Pacific Basin Economic Council (PBEC) tahun 1969. Organisasi ini beranggotakan pebisnis dari semua negara Asia Pasifik, kecuali Korea Utara dan Kampuchea. Organisasi PBEC aktif mendorong perdagangan dan investasi di wilayah Asia Pasifik, tetapi hanya melibatkan sektor swasta.
Pada tahun 1980 muncul Pacific Economic Cooperation Council (PECC). Organisasi yang lahir di Canberra, Australia ini menciptakan kelompok kerja untuk mengidentifikasi kepentingan ekonomi regional, terutama perdagangan, sumber daya manusia, alih teknologi, energi, dan telekomunikasi. Walaupun masih bersifat informal, PECC melibatkan para pejabat pemerintah, pelaku bisnis, dan akademis. Salah satu hasil kegiatan PECC adalah terbentuknya Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) sebagai wadah kerja sama bangsa-bangsa di kawasan Asia Pasifik di bidang ekonomi yang secara resmi terbentuk bulan November 1989 di Canberra, Australia pada tahun 1989. Pembentukan APEC atas usulan Perdana Menteri Australia, Bob Hawke. Suatu hal yang melatarbelakangi terbentuknya APEC adalah perkembangan situasi politik dan ekonomi dunia pada waktu itu yang berubah secara cepat dengan munculnya kelompok-kelompok perdagangan seperti MEE, NAFTA. Selain itu perubahan besar terjadi di bidang politik dan ekonomi yang terjadi di Uni Soviet dan Eropa Timur. Hal ini diikuti dengan kekhawatiran gagalnya perundingan Putaran Uruguay (perdagangan bebas). Apabila masalah perdagangan bebas gagal disepakati, diduga akan memicu sikap proteksi dari setiap negara dan sangat menghambat perdagangan bebas. Oleh karena itu, APEC dianggap bisa menjadi langkah efektif untuk mengamankan kepentingan perdagangan negara-negara di kawasan Asia Pasifik. Adapun tujuan dibentuknya APEC adalah untuk meningkatkan kerja sama ekonomi di kawasan Asia Pasifik terutama di bidang perdagangan dan investasi.
2) Anggota dan Klasifikasi Negara Anggota
Pada awal berdirinya, APEC beranggotakan dua belas negara, yaitu enam negara anggota ASEAN dan enam mitra dialognya, seperti Jepang, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru, Kanada, dan Amerika Serikat. Pada tahun 1991 APEC menerima Cina, Hongkong dan Taiwan masuk menjadi anggotanya. Dalam pertemuan di Seattle, Kanada pada bulan November 1993, APEC memasukkan Papua Nugini dan Meksiko sebagai anggota.Pada pertemuan di Bogor tahun 1994 anggota APEC menjadi 18 negara yaitu :
a) Indonesia j) Korea Selatan
b) Singapura k) Selandia Baru
c) Thailand l) Australia
d) Filipina m) RRC
e) Malaysia n) Taiwan
f) Brunei Darussalam o) Hongkong
g) Amerika Serikat p) Meksiko
h) Jepang q) Papua Nugini
i ) Kanada r) Cile
Dari 18 negara anggota, diklasifikasikan menjadi 4 kelompok yang didasarkan atas kemajuan ekonomi dan industri, yaitu sebagai berikut.
a) Negara sangat maju : AS dan Jepang.
b) Negara maju : Kanada, Australia, dan Selandia Baru.
c) Negara industri : Korea Selatan, Singapura, Taiwan dan Hongkong.
d) Negara berkembang : Brunei Darusalam, Malaysia, Filipina, Thailand, RRC, Meksiko, Papua Nugini, Cili, dan Indonesia.
3) KTT APEC
APEC merupakan kerja sama ekonomi regional untuk memajukan perdagangan dan investasi di Asia Pasifik.Pertemuan tingkat tinggi para kepala negara/pemerintah disebut meeting atau AELM (APEC Economic Leaders Meeting = Pertemuan para pemimpin Ekonomi APEC) yang bersifat informal. Adapun AELM diadakan:
a) AELM I di Seattle, AS tahun 1993
b) AELM II, di Bogor, Indonesia tahun 1994
c) AELM III, di Osaka, Jepang tahun 1995
d) AELM IV di Manila Filipina tahun 1996
e) AELM V di Kuala Lumpur, Malaysia, tanggal 17-18 November 1998.
4) Kerja Sama APEC
Sejak akhir tahun 1980-an, motivasi untuk melakukan kerja sama regional itu makin kuat karena beberapa hal berikut ini.
a) Perlu kesiapan negara-negara Asia Pasifik terhadap kemungkinan peningkatan proteksi di Eropa dan Amerika Serikat. Seperti telah diketahui bahwa pada dasawarsa 1980-an, Eropa mempercepat langkahnya menuju penyatuan ekonomi dan moneter
Eropa. Demikian pula halnya ketika North American Free Trade Area (NAFTA) makin gencar dan Amerika Serikat makin sering menerapkan tekanan politik dalam kebijakan perdagangan luar negerinya, misalnya, melalui ancaman pencabutan fasilitas Generalized System of Preferences (GSP). Antisipasi terhadap perkembangan itu mendorong para pemimpin kawasan ini memformalkan kerja sama regional.
b) Peningkatan pertumbuhan perdagangan Intra-Asia dan Intra-Asia Pasifik. Dalam periode 1988–1992 total ekspor negara-negara anggota APEC meningkat dari 1.079,4 miliar dolar Amerika menjadi 1.518,0 miliar dolar Amerika dan 66 persen di antaranya adalah ekspor ke sesama anggota APEC. Dalam periode yang sama, total impor negara-negara meningkat dari 1.221,1 miliar dolar Amerika menjadi 1.519,4 miliar dollar Amerika dan 67,2 persen di antaranya adalah impor dari sesama anggota APEC. Makin intensifnya interaksi intraregional itu juga diduga menumbuhkan motivasi regionalisme di kawasan yang menghasilkan kira-kira 50 persen produksi dunia dan menguasai 40 persen pangsa pasar global.
c) Kemunculan negara-negara industri baru di Asia Timur. Keyakinan akan kekuatan sendiri dan rasa percaya diri yang muncul akibat prestasi itu juga banyak mendorong negara-negara di kawasan ini untuk melakukan kerja sama regional.
d) Infrastruktur yang makin baik, seperti telekomunikasi dalam mendukung kerja sama regional.
Dari sudut kepentingan ekonomi, lebih dari 70% pasar ekspor Indonesia berada di kawasan Asia Pasifik. Begitu pula impor Indonesia kira-kira 60% berasal dari negara-negara anggota APEC. Mereka juga menyumbang hampir 35% dari keseluruhan bantuan luar negeri yang diterima Indonesia. Dampak kerja sama ekonomi dalam kegiatan investasi di APEC adalah terbukanya peluang pasar yang makin lebar. Hal yang juga harus dimengerti ialah APEC bisa menjadi ancaman jika perekonomian kita tidak segera dipersiapkan untuk arus perdagangan bebas. Dengan terjun ke perdagangan bebas, sebuah negara harus siap menerima banjir barang impor, tetapi yang dimaksud bukan perdagangan bebas dalam arti sebebas-bebasnya.
Persoalan besar yang dihadapi negara-negara Selatan dalam kedua arena tersebut adalah rendahnya tingkat solidaritas mereka. Dalam APEC, negaranegara Selatan tidak bertindak sebagai kelompok yang bersatu. Misalnya, Malaysia yang berusaha menentang Amerika Serikat ternyata tidak memperoleh dukungan dari rekan-rekannya dari ASEAN. Begitu pula yang terjadi dalam perundingan Putaran Uruguay dan GATT. Upaya negara-negara Selatan untuk menerapkan strategi koalisi global dan melakukan negosiasi dan tawar-menawar sebagai kelompok seperti yang mereka lakukan dalam United Nations
Conference on Trade and Development (UNCTAD) tidak berhasil karena beberapa alasan berikut.
a) Penerapan strategi pecah dan tindas oleh negara-negara Utara, terutama Amerika Serikat. Salah satu mekanismenya adalah tekanan-tekanan bilateral terhadap negara-negara yang hendak menentang usulan GATT.
b) Adanya kehendak negara-negara Selatan untuk membentuk koalisi menentang negara-negara Utara. Oleh karena itu, negara-negara Utara mengusulkan pembentukan Kelompok Cairns dalam GATT yang beranggotakan negara-negara Utara dan Selatan, seperti Argentina, Australia, Brasil, Cile, Kolombia, Filipina, Hongaria, Indonesia, Kanada, Malaysia, Selandia Baru, Thailand, dan Uruguay. Dengan demikian, pengelompokan yang eksklusif dari negara-negara Selatan tidak terjadi.
c) Adanya kemungkinan bahwa keberhasilan Taiwan, Korea Selatan, dan Singapura sebagai negara industri baru melalui jalur kapitalis, neoklasik, dan dengan menempel pada negara besar, seperti Amerika Serikat telah melunturkan keyakinan banyak negara Selatan tentang efektivitas koalisi Selatan–Selatan itu.
5) Prinsip ASEAN dan Sikap Indonesia
Prinsip ASEAN terhadap APEC adalah sebagai berikut.
a) Setiap peningkatan kerja sama di kawasan Asia-Pasifik, hendaknya identitas, kepentingan, dan persatuan ASEAN tetap dipertahankan.
b) Kerja sama hendaknya didasarkan pada prinsip-prinsip persamaan, keadilan, dan keuntungan bersama.
c) Hendaknya kerja sama tidak diarahkan pada pembentukan blok perdagangan yang tertutup (inward looking economic or trading block).
d) Hendaknya kerja sama ditujukan untuk memperkuat kemampuan individual dan kolektif para peserta.
e) Hendaknya pertumbuhan kerja sama dikembangkan secara bertahap dan pragmatis
Sedangkan sikap Indonesia terhadap keberadaan APEC adalah menyambut era perdagangan bebas dengan tangan terbuka. Perdagangan bebas menuntut produk-produk berkualitas, memiliki daya saing tinggi dan mampu menembus pasaran dunia. Untuk mempersiapkan era pasar bebas tersebut, maka langkah pemerintah Indonesia adalah sebagai berikut.
a) Meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal.
b) Meningkatkan mutu produk-produk agar mampu menembus pasaran dunia dan mampu bersaing.
c) Meningkatkan budaya ACI (Aku Cinta Indonesia), yaitu menumbuhkan mentalitas di kalangan rakyat Indonesia dari kalangan bawah, menengah dan atas agar mencintai segala produksi dalam negeri.
d) Meningkatkan semangat nasionalisme agar tidak terbawa arus globalisasi agar tercipta modernisasi bukan westernisasi.
e) Meningkatkan semangat juang dan pantang menyerah untuk membangun bangsa dan negara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar